MAKALAH AGAMA ISLAM
TAQWA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Perintah
untuk bertakwa kepada Allah Azza wa Jalla senantiasa relevan dengan waktu dan
tempat, kapanpun dan dimanapun. Mengingat, ragam fitnah yang mengancam hati
seorang hamba, lingkungan yang tidak kondusif ataupun lantaran hati manusia
yang rentan mengalami perubahan dan sebab-sebab lainnya yang berpotensi
menimbulkan pengaruh negatif pada keimanan dan ketakwaan.
Urgensi
berwasiat untuk takwa dapat disaksikan dari kenyataan bahwa Allah k
menjadikannya wasiat bagi orang-orang terdahulu dan yang akan datang. Allah k
berfirman: (an-Nisaa 4:131)
“…dan
sungguh Kami telah memerintahkan kepada orang-orang yang diberi kitab sebelum
kamu dan (juga) kepada kamu; bertakwalah kepada Allah. Tetapi jika kamu kafir
maka (ketahuilah), sesungguhnya apa yang di langit dan apa yang dibumi hanyalah
kepunyaan Allah dan Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji”. [an-Nisaa 4:131]
Ketakwaan
juga merupakan wasiat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada umatnya.
Pada haji wada’, Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Bertakwalah
kepada Allah, kerjakan sholat lima waktu, berpuasalah di bulan (Ramadhan),
tunaikan zakat harta kalian, taati para penguasa, niscaya kalian masuk syurga
Allah. [HR. at-Tirmidzi].
Taqwa
sangat penting dan dibutuhkan dalam setiap kehidupan seorang muslim. Namun
masih banyak yang belum mengetahui hakekatnya. Setiap jumat para khatib
menyerukan taqwa dan para makmumpun mendengarnya berulang-ulang kali. Namun
yang mereka dengar terkadang tidak difahami dengan benar dan pas.
B.
Rumusan
Masalah
Apa yang dimaksud
taqwa, bagaimana hakikatnya, dan bagaimana ciri muslim yang bertaqwa?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Taqwa
Secara
etimologis , kata “taqwa” berasal dari bahasa arab taqwa. Kata taqwa memiliki
kata dasar waqa yang berarti menjaga, melindungi, hati-hati, waspada, memerhatiakn,
dan menjauhi. Adapun secara terminologis, kata “taqwa” berarti menjalankan apa
yang diperintahankan oleh Allah dan menjauhi segala apa yang dilarang-Nya.
Para
penerjemah Al-Qur’an mengartikan “taqwa” sebagai kepatuhan, kesalihan, kelurusan,
perilaku baik, teguh melawan kejahatan, dan takut kepada Tuhan.Allah swt
berfirman:
(Q.S.Ali
Imran [3]:102)
Artinya
: Wahai orang-orang yang beriman!
Bertaqwalah kepada Allah sebenar-benar taqwa kepada-Nya dan janganlah kamu mati
kecuali dalam keadaan muslim.
B.
Makna
Taqwa
Dalam
Al-Quran hanya terdapat satu ayat yang secara eksplisit menyebut kata haqiq
(haqiqat), tapi ada 227 ayat yang tafsirnya lain, akan tetapi memiliki hakikat
yang sama dengan hakikat. Diantaranya :
1. “Wahai
orang-orang beriman, bertaqwalah kepada Allah dengan sebenar-benarnya taqwa
kepada-Nya; dan jangan sekali-kali kamu mati, melainkan dalam keadaan beragama
islam” (Q.S. Ali Imran 102).
2. “Apa
yang telah kami ciptakan itulah yang benar, yang datang dari tuhanmu, karena
itu janganlah kamu termasuk orang yang ragu-ragu” (Q.S. 3:60).
3. “Sesungguhnya
manusia betul-betul berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan
beramal shaleh, dan saling menasehati tentang haq (kebenaran) dan kesabaran”.
(Q.S. Al-‘Ashri : 1-3).
Mayoritas ulama
tafsir berpendapat, ayat pertama di atas mansukh (dihapus), atau tabdil
(hukumnya diubah) dengan ayat “fattaqullah mastatha’tum” (bertaqwalah kepada
Allah sesuai kesanggupanmu) (Q.S. Al-Taghabun: 16).
Pada mulanya,
ketika ayat di atas (hakikat taqwa) turun, banyak diantara para sahabat yang
gelisah, karena hakikat berarti taat yang terus menerus, tidak pernah
mendurhakai, syukur secara terus menerus dan tidak pernah mengingkari,
mengingat terus dan tidak pernah melupakan-Nya. Kemudian sahabat itu berkata,
tidak mungkin seorang hamba mampu bertaqwa dengan sebenar-benarnya taqwa
(hakikatnya) sesuai bunyi ayat di atas.
C.
Tiga
Tingkatan Pribadi Muslim
1. Disebut
Islam (Muslim), yaitu baru tingkat penyerahan diri kepada Tuhan. Misalnya
sholat, maka ia akan melakukan dalam kondisi yang formal dan tidak membantah.
2. Disebut
Iman (Mukmin), yaitu apabila yang dilakukan dan diucapkan tergurat sampai
kedalam hati dan tidak puas, karena baru sebatas menjalankan rukun islam.
3. Disebut
Ihsan (Muhsin), tingkatan ini adalah tingkatan kepastian dan kesadaran batin,
yaitu dalam menyembah Allah seolah-olah melihat-Nya. (H.R. Muslim).
Dari
tiga tahap tersebut, maka tahapan ketigalah yang tertinggi, karena telah
terbuka kesadarannya (tabir ma’rifat). Selanjutnya menjadikan dirinya sebagai
batas tertinggi dalam merealisasikan perintah pada awal waktu, dan terpelihara
dari segala yang dilarang (termasuk makruh sekalipun). Jadi, seorang muslim
yang berlatih meningkatkan kadar keislamannya dri tahap ke tahap, maka ia
termasuk yang berlayar di atas perahu ke tingkat taqwa. Artinya mukmin yang
tidak pernah naik ke kelas yang lebih tinggi, ialah kelompok yang hanya
melaksanakan sebagian perintah, ala kadarnya dan selalu dipenghujung waktu.
Kelompok seperti inilah yang masih jauh dari hakikat taqwa.
D.
Ciri-Ciri
Orang Bertaqwa
Dalam
Al-Quran banyak disebutkan ciri-ciri orang yang bertaqwa. Ciri utama orang yang
bertaqwa ialah, “yaitu orang-orang yang menafkahkan (hartanya) baik diwaktu
lapang maupun sempit, orang-orang yang menahan amarahnya, dan orang-orang yang
memaafkan (kesalahan) orang lain, Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan”
(Q.S. Ali Imran: 134).
Ayat di atas menyatakan orang yang
bertaqwa dan mulia, minimal mempunyai lima syarat:
1. Bersadaqah
dalam kondisi apapun yang dialami, baik lapang ataupun sempit, merugi atau
beruntung.
2. Siap
menahan amarahnya. Yakni, hamper-hampir tidak pernah marah dan kalu terpaksa
marah cepat sekali berhenti.
3. Memaafkan
kesalahan orang adalah baik, tapi tidaklah sempurna tanpa disertai
memperlihatkan kebaikan, misalnya dengan mencarikan solusi.
4. Sesudah
memperlihatkan kebaikan dan mencarikan solusi, tidaklah sempurna tanpa
mencintainya. Yakni berubah mencintainya, sekalipun pernah bermusuhan.
5. Mencintainya
tidaklah sempurna, tanpa memperlakukan seperti mencintai dirinya sendiri.
Artinya, cinta yang diperlihatkan cinta sejati. Dan itulah yang dapat mencabut
total akar permusuhan.
E.
Hati
Yang Bersih Sebagai Penyempurna Taqwa
Begitu
banyak orang yang melakukan sholat, puasa, zakat, haji, dan ibadah yang lain, tetapi
kenyataannya mereka masih saja melakukan hal-hal tercela,seperti menghian orang
orang lain, menggunjing, dan memfitnah. Anehnya, mereka seakan-akan tidak
merasa berdosa dengan melakukan hal itu. Kenapa bisa terjadi seperti itu?
Orang
yang bertaqwa tidak otomatis terbebas dari kesalahan dan dosa , apalagi orang
yang hanya bertaqwa secara lisan . Taqwa yang sebenarnya ada dalam hati dan
tindakan,bukan dalam lisan dan penampilan .Orang yang memakai peci, sorban, sarung,
atau jilbab, belum tentu hatinya benar-benar bertaqwa kepada Allah.
§
Apa yang harus kita lakukan agar menjadi
orang yang benar-benar bertaqwa kepada Allah?
Modal
Utama yang harus kita miliki adalah ilmu. Sebab dengan ilmu kita dapat
mengetahui dan memahami segala perintah Allah dan laranagan-Nya.
§
Bagaimana kita dapat melaksanakan
perintah Allah, sementara kita tidak mengetahui apa saja yang diperintahkannya?
Karena
itulah mencari ilmu sangat dianjurkan, bahkan diwajibkan dalam Islam. Dengan
ilmu, kita bisa mengetahui apa yang wajib kita kerjakan dan yang wajib kita
tinggalkan.Ibadah yang dilakukan tanpa ilmu takkan berarti apa-apa.
F.
Salah
Satu Bentuk Taqwa
Sesungguhnya
kenikmatan Allah kepada kita sangat banyak. Oleh karena itu, kita wajib
bersyukur dengan sebenar-benarnya atas semua kenikmatan itu. Yaitu bersyukur
dengan hati, lisan dan anggota badan. Bersyukur dengan hati, yaitu dengan
mengakui bahwa kenikmatan itu datang dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Bersyukur
dengan lisan, yaitu dengan memuji Allah dan menyebut-nyebut kenikmatan
tersebut, jika tidak dikhawatirkan hasad.
Dan bersyukur dengan anggota badan, yaitu menggunakan anggota badan kita
ini untuk taat kepada-Nya, dengan bertakwa kepada-Nya secara sebenar-benarnya.
Takwa ini merupakan perintah Allah kepada seluruh manusia. Allah Subhanahu wa
Ta’ala berfirman :
Hai sekalian manusia, bertakwalah
kepada Rabb-mu yang telah menciptakan kamu dari yang satu, dan daripadanya
Allah menciptakan isterinya; dan daripada keduanya Allah memperkembang-biakkan
laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan
(mempergunakan) nama-Nya, kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah)
hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu. (Q.s.
an Nisaa`: 1).
Keutamaan
takwa sangat sering kita dengar, antara lain firman Allah:
Barangsiapa bertakwa kepada Allah,
niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar.
(Q.s. ath Thalaq: 2).
Juga
firman-Nya:
Dan barangsiapa yang bertakwa
kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.
(Q.s. ath Thalaq: 4).
Dan
firman-Nya,
Dan barangsiapa yang bertakwa
kepada Allah, niscaya Dia akan menutupi kesalahan-kesalahannya, dan akan
melipatgandakan pahala baginya. (Q.s. ath Thalaq: 5).
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Ketaqwaan bermakna luas. Hal ini dapat
diketahui dari definisi para ulama yang menerangkan bahwa ketakwaan ialah upaya
seorang hamba membuat pelindung antara dirinya dengan sesuatu yang ia takuti.
Dengan begitu, seorang hamba yang ingin bertakwa kepada Allah Azza wa Jalla,
berarti ia ingin membangun pelindung antara dirinya dari Allah Azza wa Jalla
yang ia takuti kemarahan dan kemurkaan-Nya, dengan melaksanakan amal ketaatan
dan menjauhi larangan-Nya.
DAFTAR
PUSTAKA
Husein,
Mochtar. 2008. Hakikat Islam Sebuah Pengantar Meraih Islam Kaffah.
Yogyakarta
: Pustaka Pelajar.
Mufid
AR, Ahmad. 2008. Tanya Jawab Aqidah
Islamiah. Yogyakarta : Insan Madani.
1 comments:
makasih admin
My blog
Post a Comment