MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
DALAM AGAMA ISLAM
BAB
I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG MASALAH
Sesungguhnya
manusia diciptakan oleh Allah SWT adalah paling sempurna dibandingkan dengan
makhluk yang lainya, termasuk diantaranya Malaikat, Jin, Iblis, Binatang, dan
lainnya. Tetapi kebanyakan kita sendiri sebagai manusia tidak tahu atau tidak
kenal akan diri kita sendiri sebagai manusia. Untuk itu marilah kita pelajari
diri kita ini sebagai manusia, Siapa diri kita ini? Dari mana asalnya? Apa
tujuan kita diciptakan? Apa kedudukan kita di dunia ini? Dan yang paling
penting adalah bagaimana kita menempuh kehidupan didunia ini supaya selamat di
dunia dan akhirat nanti?
Jadi
kalau diibaratkan mobil maka jasmani ini adalah Body daripada mobil sedangkan
Ruh sebagai Accu yang sifatnya hanyalah sebagai yang menghidupkan saja dan Jiwa
adalah sopir atau yang mengendalikan dari pada mobilnya dimana dialah yang
bertanggung jawab atas keselamatan dari pada mobil itu sendiri. Jadi Disini
jelaslah bahwa yang dikatakan manusia itu adalah Jiwanya dimana dialah yang
bertanggung jawab atas perbuatanya. Tapi banyak pengertian manusia menurut ilmu
ilmu duniawi maupun secara Islam. maka akan kami bahas lebih lengkap lagi.
B. PERUMUSAN
MASALAH
Dalam
makalah ini permasalahan yang kami tinjau adalah :
1. Apakah
pengertian manusia secara umum?
2. Apakah
pengertian manusia secara Islam?
3. Apakah
kedudukan manusia dalam Islam dan Fungsi Penciptaanya?
C. TUJUAN PENULISAN
Tujuan dari penulisan
makalah ini adalah :
1. Menjelaskan
pengertian manusia secara umum
2. menjelaskan
pengertian manusia secara Islam
3. menjelaskantentang
kedudukan manusia dalam Islam dan Fungsi Penciptaanya
4. Secara
praktik
a. Sebagai
tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam
b. Sebagai
bahan diskusi dalam mata pelajaran Pendidikan Agama Islam
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN
MANUSIA SECARA UMUM
1. Pengertian Manusia Menurut Ilmu
Sains
Manusia
adalah makhluk utama dalam dunia alami, mempunyai esensi uniknya sendiri, dan sebagai suatu
penciptaan atau sebagai suatu gejala yang bersifat istimewa dan mulia. Ia
memiliki kemauan, ikut campur dalam alam yang independen, memiliki kekuatan
untuk memilih dan mempunyai andil dalam menciptakan gaya hidup melawan
kehidupan alami. Kekuatan ini memberinya suatu keterlibatan dan tanggung jawab
yang tidak akan punya arti kalau tidak dinyatakan dengan mengacu pada sistem
nilai.
2. Pengertian Manusia Menurut Ilmu
Sosiologi
Pengertian
manusia menurut ilmu sosiologi adalah bagian dari masyarakat yang dibedakan
menjadi dua, yaitu manusia sebagai makluk individu dan manusia sebagai makluk
sosial yang melakukan interaksi dalam kehidupanya.
Manusia
sebagai makhluk individu memiliki unsur jasmani dan rohani, unsur fisik dan
psikis, unsur raga dan jiwa. Seseorang dikatakan sebagai manusia individu
manakala unsur-unsur tersebut menyatu dalam dirinya. Jika unsur tersebut sudah
tidak menyatu lagi maka seseorang tidak disebut sebagai individu. Dalam diri
individi ada unsur jasmani dan rohaninya, atau ada unsur fisik dan psikisnya,
atau ada unsur raga dan jiwanya.
Menurut
kodratnya manusia adalah makhluk sosial atau makhluk bermasyarakat, selain itu
juga diberikan yang berupa akal pikiran yang berkembang serta dapat
dikembangkan. Dalam hubungannya dengan manusia sebagai makhluk sosial, manusia
selalu hidup bersama dengan manusia lainnya. Dorongan masyarakat yang dibina
sejak lahir akan selalu menampakan dirinya dalam berbagai bentuk, karena itu
dengan sendirinya manusia akan selalu bermasyarakat dalam kehidupannya. Manusia
dikatakan sebagai makhluk sosial, juga karena pada diri manusia ada dorongan
dan kebutuhan untuk berhubungan (interaksi) dengan orang lain, manusia juga
tidak akan bisa hidup sebagai manusia kalau tidak hidup di tengah-tengah
manusia.
3. Pengertian Manusia Menurut Ilmu
Biologi
Secara
biologis, manusia diklasifikasikan sebagai Homo sapiens (Bahasa Latin untuk
manusia), sebuah spesies primata dari golongan mamalia yang dilengkapi otak
berkemampuan tinggi. Maanusia biasanya dipelajari sebagai salah satu dari
berbagai spesies di muka Bumi. Pembelajaran biologi manusia kadang juga
diperluas ke aspek psikologis serta ragawinya, tetapi biasanya tidak ke
kerohanian atau keagamaan. Secara biologi, manusia diartikan sebagai hominid
dari spesies Homo sapiens. Satu-satunya subspesies yang tersisa dari Homo
Sapiens ini adalah Homo sapiens sapiens. Mereka biasanya dianggap sebagai
satu-satunya spesies yang dapat bertahan hidup dalam genus Homo. Manusia
menggunakan daya penggerak bipedalnya (dua kaki) yang sempurna. Dengan adanya
kedua kaki untuk menggerakan badan, kedua tungkai depan dapat digunakan untuk
memanipulasi obyek menggunakan jari jempol (ibu jari).
B.
PENGERTIAN
MANUSIA SECARA ISLAM
1. Hakikat Manusia
Ketika berbicara tentang manusia, Al-Qur’an menggunakan tiga
istilah pokok. Pertama, menggunakan kata yang terdiri atas huruf alif, nun, dan
sin, seperti kata insan, ins, naas, dan unaas. Kedua, menggunakan kata basyar.
Ketiga, menggunakan kata Bani Adam dan dzurriyat Adam.
Menurut M. Quraish Shihab, kata basyar terambil dari akar
kata yang bermakna penampakan sesuatu dengan baik dan indah. Dari akar kata
yang sama lahir kata basyarah yang berarti kulit. Al-Qur’an menggunakan kata basyar sebanyak 36 kali dalam bentuk
tunggal dan sekali dalam bentuk mutsanna untuk menunjuk manusia dari sudut
lahiriahnya serta persamaannya dengan manusia seluruhnya. Dengan demikian, kata
basyar dalam Al-Qur’an menunjuk pada dimensi material manusia yang suka makan,
minum, tidur, dan jalan-jalan. Dari makna ini lantas lahir makna-makna lain
yang lebih memperkaya definisi manusia. Dari akar kata basyar lahir makna bahwa
proses penciptaan manusia terjadi secara bertahap sehingga mencapai tahap
kedewasaan.
Allah swt. berfirman:
َ وَمِنْ آَيَاتِهِ أَنْ خَلَقَكُمْ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ إِذَا أَنْتُمْ بَشَرٌ تَنْتَشِرُونَ
Dan di antara tanda-tanda
kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan kamu dari tanah, kemudian tiba-tiba kamu
(menjadi) manusia yang berkembang biak. (Q.S. ar-Rum [30]: 20)
Sementara itu, kata insan terambil
dari kata ins yang berarti jinak, harmonis, dan tampak. Musa Asy’arie
menambahkan bahwa kata insan berasal dari tiga kata: anasa yang berarti
melihat, meminta izin, dan mengetahui; nasiya yang berarti lupa; dan al-uns
yang berarti jinak. Menurut M. Quraish Shihab, makna jinak, harmonis, dan tampak
lebih tepat daripada pendapat yang mengatakan bahwa kata insan terambil dari
kata nasiya (lupa) dan kata naasa-yanuusu (berguncang). Dalam Al-Qur’an, kata
insaan disebut sebanyak 65 kali. Kata insaan digunakan Al-Qur’an untuk menunjuk
kepada manusia dengan seluruh totalitasnya, jiwa dan raga. Bahkan, lebih jauh
Bintusy Syathi’ menegaskan bahwa makna kata insaan inilah yang membawa manusia
sampai pada derajat yang membuatnya pantas menjadi khalifah di muka bumi,
menerima beban takliif dan amanat kekuasaan.
Dua kata ini, yakni basyar dan insaan, sudah cukup
menggambarkan hakikat manusia dalam Al-Qur’an. Dari dua kata ini, kami
menyimpulkan bahwa definisi manusia adalah makhluk Allah yang paling sempurna,
yang diciptakan secara bertahap, yang terdiri atas dimensi jiwa dan raga,
jasmani dan rohani, sehingga memungkinkannya untuk menjadi wakil Allah di muka
bumi (khaliifah Allah fii al-ardl).
2. Asal-usul Penciptanya
Al-Qur’an telah memberikan informasi
kepada kita mengenai proses penciptaan manusia melalui beberapa fase: dari
tanah menjadi lumpur, menjadi tanah liat yang dibentuk, menjadi tanah kering,
kemudian Allah swt. meniupkan ruh kepadanya, lalu terciptalah Adam a.s.[14] Hal
ini diisyaratkan Allah dalam Surah Shaad [38] ayat 71-72.
إِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي خَالِقٌ بَشَرًا مِنْ طِينٍ . فَإِذَا سَوَّيْتُهُ وَنَفَخْتُ فِيهِ مِنْ رُوحِي فَقَعُوا لَهُ سَاجِدِينَ .
(Ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman
kepada malaikat, “Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari tanah. Maka,
apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya ruh
(ciptaan)-Ku, maka hendaklah kamu menyungkur dengan bersujud kepadanya.” (Q.S.
Shaad [38]: 71-72.)
Perhatikan juga firman Allah dalam
Surah al-H{ijr [15] ayat 28-29.
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي خَالِقٌ بَشَرًا مِنْ صَلْصَالٍ مِنْ حَمَإٍ مَسْنُونٍ . فَإِذَا سَوَّيْتُهُ وَنَفَخْتُ فِيهِ مِنْ رُوحِي فَقَعُوا لَهُ سَاجِدِينَ .
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu
berfirman kepada para malaikat, “Sesungguhnya Aku akan menciptakan seorang
manusia dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi
bentuk. Maka, apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniupkan
ke dalamnya ruh (ciptaan)-Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud.”
(Q.S. al-Hijr [15]: 28-29)
Dalam Al-Qur’an, kata ruh (ar-ruh) mempunyai beberapa arti.
Pengertian ruh yang disebutkan dalam ayat-ayat yang menjelaskan penciptaan Adam
a.s. adalah ruh dari Allah swt. yang menjadikan manusia memiliki kecenderungan
pada sifat-sifat luhur dan mengikuti kebenaran. Hal ini yang kemudian
menjadikan manusia lebih unggul dibanding seluruh makhluk yang lain.
Karakteristik ruh yang berasal dari Allah ini menjadikan manusia cenderung
untuk mengenal Allah swt. dan beribadah kepada-Nya, memperoleh ilmu pengetahuan
dan menggunakannya untuk kemakmuran bumi, serta berpegang pada nilai-nilai
luhur dalam perilakunya, baik secara individual maupun sosial, yang dapat
mengangkat derajatnya ke taraf kesempurnaan insaniah yang tinggi. Oleh sebab
itu, manusia layak menjadi khalifah Allah swt.
Ruh dan materi yang terdapat pada
manusia itu tercipta dalam satu kesatuan yang saling melengkapi dan harmonis.
Dari perpaduan keduanya ini terbentuklah diri manusia dan kepribadiannya.
Dengan memperhatikan esensi manusia dengan sempurna dari perpaduan dua unsur
tersebut, ruh dan materi, kita akan dapat memahami kepribadian manusia secara
akurat.
Kemudian, dalam ayat lain juga
disebutkan mengenai permulaan penciptaan manusia yang berasal dari tanah.
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنْ كُنْتُمْ فِي رَيْبٍ مِنَ الْبَعْثِ فَإِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ مِنْ نُطْفَةٍ ثُمَّ مِنْ عَلَقَةٍ ثُمَّ مِنْ مُضْغَةٍ مُخَلَّقَةٍ وَغَيْرِ مُخَلَّقَةٍ لِنُبَيِّنَ لَكُمْ وَنُقِرُّ فِي الْأَرْحَامِ مَا نَشَاءُ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى ثُمَّ نُخْرِجُكُمْ طِفْلًا ثُمَّ لِتَبْلُغُوا أَشُدَّكُمْ وَمِنْكُمْ مَنْ يُتَوَفَّى وَمِنْكُمْ مَنْ يُرَدُّ إِلَى أَرْذَلِ الْعُمُرِ لِكَيْلَا يَعْلَمَ مِنْ بَعْدِ عِلْمٍ شَيْئًا وَتَرَى الْأَرْضَ هَامِدَةً فَإِذَا أَنْزَلْنَا عَلَيْهَا الْمَاءَ اهْتَزَّتْ وَرَبَتْ وَأَنْبَتَتْ مِنْ كُلِّ زَوْجٍ بَهِيجٍ
.
Hai manusia, jika kamu dalam
keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), maka (ketahuilah) sesungguhnya kami
telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari
segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan
yang tidak sempurna, agar kami jelaskan kepada kamu dan kami tetapkan dalam
rahim, apa yang kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian
kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur-angsur) kamu
sampailah kepada kedewasaan, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan (ada
pula) di antara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya dia tidak
mengetahui lagi sesuatu pun yang dahulunya telah diketahuinya. Dan, kamu lihat
bumi ini kering, kemudian apabila telah kami turunkan air di atasnya, hiduplah
bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang
indah. (Q.S. al-Hajj [22]: 5)
ثُمَّ جَعَلْنَاهُ نُطْفَةً فِي قَرَارٍ مَكِينٍ . ثُمَّ خَلَقْنَا النُّطْفَةَ عَلَقَةً فَخَلَقْنَا الْعَلَقَةَ مُضْغَةً فَخَلَقْنَا الْمُضْغَةَ عِظَامًا فَكَسَوْنَا الْعِظَامَ لَحْمًا ثُمَّ أَنْشَأْنَاهُ خَلْقًا آَخَرَ فَتَبَارَكَ اللَّهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ
.
Kemudian kami jadikan saripati itu
air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu
kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu kami jadikan segumpal
daging, dan segumpal daging itu kami jadikan tulang-belulang, lalu
tulang-belulang itu kami bungkus dengan daging. Kemudian kami jadikan dia
makhluk yang (berbentuk) lain. Maka, Mahasuci-lah Allah, Pencipta yang paling
baik. (Q.S. al-Mu’minuun [23]: 13-14)
Itulah di antara sekian banyak ayat
Al-Qur’an yang menjelaskan tentang asal-usul penciptaan manusia. Penciptaan
manusia yang bermula dari tanah ini tidak berarti bahwa manusia dicetak dengan
memakai bahan tanah seperti orang membuat patung dari tanah. Akan tetapi,
penciptaan manusia dari tanah tersebut bermakna simbolik, yaitu saripati yang
merupakan faktor utama dalam pembentukan jasad manusia. Penegasan Al-Qur’an
yang menyatakan bahwa manusia diciptakan dari tanah ini merujuk pada pengertian
jasadnya. Oleh karena itu, Al-Qur’an menyatakan bahwa kelak ketika ajal
kematian manusia telah sampai, maka jasad itu akan kembali pula ke asalnya,
yaitu tanah.
Secara komprehensif, Umar Shihab memaparkan bahwa proses penciptaan manusia terbagi ke dalam beberapa fase kehidupan sebagai berikut. Pertama, fase awal kehidupan manusia yang berupa tanah. Manusia berasal dari tanah disebabkan oleh dua hal: (1) manusia adalah keturunan Nabi Adam a.s. yang diciptakan dari tanah; (2) sperma atau ovum yang menjadi cikal bakal manusia bersumber dari saripati makanan yang berasal dari tanah. Kedua, saripati makanan yang berasal dari tanah tersebut menjadi sperma atau ovum, yang disebut oleh Al-Qur’an dengan istilah nutfah. Ketiga, kemudian sperma dan ovum tersebut menyatu dan menetap di rahim sehingga berubah menjadi embrio (‘alaqah). Keempat, proses selanjutnya, embrio tersebut berubah menjadi segumpal daging (mudlghah). Kelima, proses ini merupakan kelanjutan dari mudlghah. Dalam hal ini, bentuk embrio sudah mengeras dan menguat sampai berubah menjadi tulang belulang (‘idzaam). Keenam, proses penciptaan manusia selanjutnya adalah menjadi daging (lahmah). Ketujuh, proses peniupan ruh. Pada fase ini, embrio sudah berubah menjadi bayi dan mulai bergerak. Kedelapan, setelah sempurna kejadiannya, akhirnya lahirlah bayi tersebut ke atas dunia.
Manusia islam pula manusia itu
terdiri atas 3 unsur yaitu :
a) Jasmani
Yang terdiri dari Air, Kapur, Angin,
Api dan Tanah
b) Ruh.
Terbuat dari cahaya (NUR). Fungsinya
hanya untuk menghidupkan jasmani saja.
c) Jiwa. (An Nafsun/rasa dan perasaan).
Terdiri atas 3 unsur:
a. Syahwat/Lawwamah (darah hitam),
dipengaruhi sifat Jin, sifatnya adalah: Rakus, pemalas, Serakah, dll (kebendaan/materialis)-menjadi
beban masyarakat.
b. Ghodob/Ammarah ( Darah merah ),
dipengaruhi oleh sifat Iblis, Sifatnya adalah: Sombong, Merusak, Angkara murka
dll (Menentang)-Menjadi pengacau masyarakat.
c. Natiqoh/Muthmainah (darah Putih),
Dipengarui sifat malaikat, Sifatnya adalah: Bijaksana, Tenang, Berbudi luhur,
Berachlak Tinggi dan Mulia- Menciptakan kedamaian dan kasih sayang.
C.
KEDUDUKAN
MANUSIA DALAM ISLAM DAN TUJUAN PENCIPTAANYA
Fungsi dan kedudukan manusia di dunia ini adalah sebagai
khalifah di bumi. Tujuan penciptaan manusia di atas dunia ini adalah untuk
beribadah. Sedangkan tujuan hidup manusia di dunia ini adalah untuk mendapatkan
kesenangan dunia dan ketenangan akhirat. Jadi, manusia di atas bumi ini adalah
sebagai khalifah, yang diciptakan oleh Allah dalam rangka untuk beribadah
kepada-Nya, yang ibadah itu adalah untuk mencapai kesenangan di dunia dan
ketenangan di akhirat.
Apa yang harus dilakukan oleh khalifatullah itu di bumi?
bagaimanakah manusia melaksanakan ibadah-ibadah tersebut? Serta bagaimanakah
manusia bisa mencapai kesenangan dunia dan ketenangan akhirat tersebut? Banyak
sekali ayat yang menjelaskan mengenai tiga pandangan ini kepada manusia. Antara
lain seperti disebutkan pada Surah Al-Baqarah ayat 30:
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman
kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di
muka bumi”. Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di
bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah,
padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?”
Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui“.
(Q.S. Al-Baqarah: 30)
Khalifah adalah seseorang yang diberi tugas sebagai
pelaksana dari tugas-tugas yang telah ditentukan. Jika manusia sebagai
khalifatullah di bumi, maka ia memiliki tugas-tugas tertentu sesuai dengan
tugas-tugas yang telah digariskan oleh Allah selama manusia itu berada di bumi
sebagai khalifatullah.
Di samping peran dan fungsi manusia
sebagai khalifah Allah, ia juga sebagai hamba Allah. Seorang hamba berarti
orang yang taat dan patuh kepada perintah tuannya, Allah SWT. Esensi dari ‘Abd
adalah ketaatan, ketundukan dan kepatuhan. Ketaatan, ketundukan dan kepatuhan
manusia itu hanya layak diberikan kepada Allah yang dicerminkan dalam ketaatan,
ketundukan dan kepatuhan kepada kebenaran dan keadilan.
Khalifah adalah seseorang yang diberi tugas sebagai
pelaksana dari tugas-tugas yang telah ditentukan. Jika manusia sebagai
khalifatullah di bumi, maka ia memiliki tugas-tugas tertentu sesuai dengan
tugas-tugas yang telah digariskan oleh Allah selama manusia itu berada di bumi
sebagai khalifatullah.
Jika kita menyadari diri kita sebagai khalifah Allah, sebenarnya tidak ada satu manusia pun di atas dunia ini yang tidak mempunyai “kedudukan” ataupun “jabatan”. Jabatan-jabatan lain yang bersifat keduniaan sebenarnya merupakan penjabaran dari jabatan pokok sebagai khalifatullah. Jika seseorang menyadari bahwa jabatan keduniawiannya itu merupakan penjabaran dari jabatannya sebagai khalifatullah, maka tidak ada satu manusia pun yang akan menyelewengkan jabatannya. Sehingga tidak ada satu manusia pun yang akan melakukan penyimpangan-penyimpangan selama dia menjabat.
Jabatan manusia sebagai khalifah adalah amanat Allah.
Jabatan-jabatan duniawi, misalkan yang diberikan oleh atasan kita, ataupun yang
diberikan oleh sesama manusia, adalah merupakan amanah Allah, karena merupakan
penjabaran dari khalifatullah. Sebagai khalifatullah, manusia harus bertindak
sebagaimana Allah bertindak kepada semua makhluknya.
Pada hakikatnya, kita menjadi khalifatullah secara resmi
adalah dimulai pada usia akil baligh sampai kita dipanggil kembali oleh Allah.
Manusia diciptakan oleh Allah di atas dunia ini adalah untuk beribadah. Lantas,
apakah manusia ketika berada di dalam rahim ibunya tidak menjalankan tugasnya
sebagai seorang hamba? Apakah janin yang berada di dalam rahim itu tidak
beribadah?
Pada dasarnya, semua makhluk Allah di atas bumi ini
beribadah menurut kondisinya. Paling tidak, ibadah mereka itu adalah bertasbih
kepada Allah. Disebutkan dalam Al-Qur’an Surah Al-Baqarah:
Yushabbihu lillahi ma fissamawati
wama fil ardh.
Bebatuan, pepohonan, gunung, dan sungai misalkan, semuanya beribadah
kepada Allah dengan cara bertasbih. Dalam hal ini, janin yang berada di dalam
rahim ibu beribadah sesuai dengan kondisinya, yaitu dengan cara bertasbih.
Ketika Allah akan meniupkan roh ke dalam janin, maka Allah bertanya dulu kepada
janin tersebut. Allah mengatakan “Aku
akan meniupkan roh ke dalam dirimu. Tetapi jawab dahulu pertanyaan-Ku, baru Aku
akan tiupkan roh itu ke dalam dirimu. Apakah engkau mengakui Aku sebagai
Tuhanmu?” Lalu dijawab oleh janin tersebut, “Iya, aku mengakui Engkau sebagai Tuhanku.”
Dari sejak awal, ternyata manusia itu sebelum ada rohnya, atau pada saat rohnya akan ditiupkan, maka Allah menanyakan dahulu apakah si janin mau mengakui-Nya sebagai Tuhan. Jadi, janin tersebut beribadah menurut kondisinya, yaitu dengan bertasbih kepada Allah. Tidak ada makhluk Allah satupun yang tidak bertasbih kepada-Nya.
Manusia mulai melakukan penyimpangan dan pembangkangan
terhadap Allah yaitu pada saat ia berusia akil baligh hingga akhir hayatnya.
Tetapi, jika kita ingat fungsi kita sebagai khalifatullah, maka takkan ada
manusia yang melakukan penyimpangan.
Makna sederhana dari khalifatullah adalah “pengganti Allah
di bumi”. Setiap detik dari kehidupan kita ini harus diarahkan untuk beribadah
kepada Allah, seperti ditegaskan oleh Allah di dalam firman-Nya:
Wa ma khalaqtul jinna wal insa illa
li ya’budu.
“Tidak Aku ciptakan manusia dan jin
kecuali untuk menyembah kepada-Ku.”
Kalau begitu, sepanjang hayat kita
sebenarnya adalah untuk beribadah kepada Allah. Dalam pandangan Islam, ibadah
itu ada dua macam, yaitu: ibadah primer (ibadah mahdhah) dan ibadah sekunder
(ibadah ghairu mahdhah). Ibadah mahdhah adalah ibadah yang langsung, sedangkan
ibadah ghairu mahdhah adalah ibadah tidak langsung. Seseorang yang meninggalkan
ibadah mahdhah, maka akan diberikan siksaan oleh Allah. Sedangkan bagi yang
melaksanakannya, maka akan langsung diberikan ganjaran oleh Allah. Ibadah
mahdhah antara lain: shalat, puasa, zakat, dan haji. Sedangkan ibadah ghairu
mahdhah adalah semua aktifitas kita yang bukan merupakan ibadah mahdhah
tersebut, antara lain: bekerja, masak, makan, dan menuntut ilmu.
Ibadah ghairu mahdhah adalah ibadah yang paling banyak dilakukan dalam keseharian kita. Dalam kondisi tertentu, ibadah ghairu mahdhah harus didahulukan daripada ibadah mahdhah. Nabi mengatakan, jika kita akan shalat, sedangkan di depan kita sudah tersedia makanan, maka dahulukanlah untuk makan, kemudian barulah melakukan shalat. Hal ini dapat kita pahami, bahwa jika makanan sudah tersedia, lalu kita mendahulukan shalat, maka dikhawatirkan shalat yang kita lakukan tersebut menjadi tidak khusyu’, karena ketika shalat tersebut kita selalu mengingat makanan yang sudah tersedia tersebut, apalagi perut kita memang sedang lapar.
Seperti itulah penggambaran kedudukan manusia dalam islam,
manusia diciptakan sebagai sesuatu yang sempurna dan sesuatu yang baik, akan
menjadi apa saat mereka menjalani kehidupan ini adalah pilihan mereka sendiri
yang akan dipertanggung jawabkanya di akhirat nanti.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari penjelasan-penjelasan diatas dapat kita simpulkan bahwa
:
1. Manusia dalam perspektif Islam
adalah makhluk yang paling sempurna dibandingkan dengan makhluk-makhluk ciptaan
Allah yang lainnya.
2. Manusia dalam menurut ilmu sain
adalah Manusia adalah makhluk utama dalam dunia alami, mempunyai esensi uniknya
sendiri, dan sebagai suatu penciptaan atau sebagai suatu gejala yang bersifat
istimewa dan mulia.
3. Pengertian manusia menurut ilmu
sosiologi adalah bagian dari masyarakat yang dibedakan menjadi dua, yaitu manusia
sebagai makluk individu dan manusia sebagai makluk sosial yang melakukan
interaksi dalam kehidupanya.
4. Secara biologis, manusia
diklasifikasikan sebagai Homo sapiens (Bahasa Latin untuk manusia), sebuah
spesies primata dari golongan mamalia yang dilengkapi otak berkemampuan tinggi.
5. Manusia adalah makhluk Allah yang
paling sempurna, yang diciptakan secara bertahap, yang terdiri atas dimensi
jiwa dan raga, jasmani dan rohani, sehingga memungkinkannya untuk menjadi wakil
Allah di muka bumi.
6. Kedudukan manusia dimuka bumi adalah
sebagai Kholifah yang selalu taat, tunduk dan patuh kepada Allah SWT.
B. SARAN
Saran yang dapat kami berikan kepada
para pembaca tentang makalah ini adalah semoga dengan para pembaca sekalian
membaca makalah ini dapat menambah sedikit ilmu pengetahuan, tidak hanya
mengerti tetapi diamalkan dalam kehidupan sehari-hari, serta saran yang
diberikan kepada para pembaca mengenai isi makalah ini diharapkan kita sebagai
manusia selalu ingat kedudukan kita di dunia yaitu sebagai kholifah yang patuh,
tunduk dan taat kepada Allah SWT.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.membuatblog.web.id/2010/02/pengertian-hakikat-manusia.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Manusia#Kerohanian_dan_Agama
http://my.opera.com/HinaKu/blog/2009/01/19/tinjauan-manusia-menurut-sains-al-qi
http://www.oocities.org/bakhtiarkhatib/C.html
http://azenismail.wordpress.com/2010/05/14/manusia-sebagai-makhluk-individu-dan-makhluk-sosial/
0 comments:
Post a Comment